Menjejali anak dengan beragam les dan kursus, tidak menjamin anak otomatis jadi pandai. Yang terjadi bisa sebaliknya, anak kita frustrasi, bahkan bisa bunuh diri seperti dilakukan Lysher Loh Jia Hui, siswi SD berusia 10 tahun.
“PR lagi? Jangan dong Bu, saya ‘kan sudah banyak PR dari sekolah,” rengek Joshua kepada ibu guru lesnya. Terang saja ia keberatan. Dalam seminggu Joshua yang baru 10 tahun umurnya itu harus mengikuti empat macam les. Apalagi sekarang di sekolahnya ada jam tambahan pelajaran, sehingga ia jadi tidak punya waktu bermain. Akibatnya, di tempat les ia jadi sering berselisih dengan temannya. Begitu sensitif, digoda sedikit saja langsung marah. Di sekolah pun perhatian terhadap proses pengajaran menurun dan sering lupa bikin pekerjaan rumah (PR).
Dengan alasan kasih sayang, apa saja dilakukan orangtua agar anaknya sukses. Siapa sih orangtua yang tidak ingin anaknya jadi yang terbaik di sekolah dan punya masa depan cemerlang? Maka, tak heran kalau banyak orang- tua memaksa anak mengikuti berbagai les dan kegiatan. Namun, jika tidak diwaspadai, hal ini malah bisa menjadi bumerang.
Bumerang itu sempat menghantam balik orangtua Lysher Loh Jia Hui akibat ulah sendiri. Ini sebuah cerita tragis y ang menimpa Lysher (Siswi SD: Selamat Tinggal Sekolah, Selamat Tinggal Hidup; Koran Tempo, 23 Agustus 2001).
Siswi kelas empat SD berusia 10 tahun asal Singapura itu, mengakhiri hidupnya dengan terjun bebas dari sebuah apartemen di tingkat lima. Ia ditemukan terkapar tewas dengan mengenakan kaus oblong – celana pendek seragam sekolahnya. Siswi yang tergolong pintar di sekolah itu sangat terpukul ketika mendapat ranking ketiga.
Haus kasih sayang
” Keputusan untuk bunuh diri yang dilakukan anak sebenarnya adalah bentuk pernyataan bahwa mereka sesungguhnya membutuhkan pertolongan.
Coba simak buku harian bertanggal 1 Mei 2001 yang dibuat oleh almarhumah Lysher,
“Horeee! Ini hari buruh! Tak ada sekolah! Dan tahukah kamu apa artinya itu? Tak ada pekerjaan rumah! Saya sangat bahagia! Meskipun kangen juga pada guru-guru dan teman-teman, saya sungguh menikmati liburan sekolah ini, karena tak ada sekolah. Sebenarnya tidak juga begitu. Saya pikir, yang jadi alasan utamanya adalah orangtuaku tidak bekerja, dan mereka berada di rumah bersama diriku! Kami dapat senang-senang, pergi keluar bersama-sama! Bukankah ini benar-benar hebat?”
Dari tulisannya, tampak Lysher merasa kesepian dan haus kasih sayang serta kehangatan dari orangtuanya.
Tanda-tanda bahwa Lysher mengalami stres berat sebenarnya dapat dideteksi orang tuanya. Sebelum kepergiannya, ia sering mengeluh ke pada ayahnya, bahwa ia punya PR. Setiap hari ia harus mengerjakan tiga pekerjaan rumah.
Sekitar 25 menit sebelum dijemput maut, ia sempat bertanya kepada pembantunya tentang ada tidaknya kemungkinan ia bisa membolos sekolah hari itu.
Mengikuti perkembangan zaman, para pelajar di sekolah dasar semakin banyak yang ikut kursus tambahan di luar pendidikan formal mereka. Anak-anak itu disuruh orangtua mereka untuk kursus bahasa Inggris, melukis, atau belajar piano. Sedangkan yang duduk di bangku SLTA juga harus ikut kursus tambahan untuk mempersiapkan ujian masuk perguruan tinggi.
Padahal mereka masih perlu bermain. Otak mereka belum dapat dibebani oleh hal-hal yang berat. Akibatnya, jumlah anak-anak yang melakukan bunuh diri akibat tekanan-tekanan itu semakin hari semakin bertambah. Mereka melompat dari gedung sekolah atau menggantung diri. Gagal menjalin hubungan dengan teman lain jenis pun dapat menjadi faktor utama bunuh diri. Konon, angka bunuh diri pada usia dewasa meningkat. Penyebabnya: menganggur.
Bila gairah belajar anak Anda mulai menurun, sulit berkonsentrasi, sering sakit, dan sebagainya, ada kemungkinan ia mengalami depresi belajar. Apalagi jika anak Anda sering menyebut-nyebut ingin bunuh diri atau telah ketahuan sekali pernah mencoba bunuh diri, maka harus ekstra waspada!
Ini pertanda anak Anda membutuhkan pertolongan tenaga profesional. Apa yang harus dilakukan oleh orang tua untuk mengatasi depresi belajar anak? Mungkin tip berikut dapat membantu.
Meningkatkan kecerdasan emosional
” Kepada anak diajarkan cara berpikir realistis dan optimistis, bahwa kadang kala nilai di sekolah dapat naik atau turun, seperti halnya kesehatan, kalau tidak dijaga, bisa turun.
Cara untuk mengajarkan berpikir realistis dan optimistis pada anak adalah membekalinya dengan kecerdasan emosional (EQ, Emotional Quotient) sejak dini. Supaya anak tidak memiliki masalah perilaku di usia dewasanya.
Penelitian Carroll Izard, Ph.D. dari University of Delaware di Newark menunjukkan, anak-anak yang sulit memahami perasaan-perasaan mereka dan orang lain, akan rentan terhadap masalah-masalah perilaku dan pembelajaran di usia lebih besar. Cara yang mudah untuk mengajarkan kecerdasan emosional misalnya dengan:
1. Kartu emosi
Kartu buatan sendiri dengan gambar yang menunjukkan ekspresi wajah yang berbeda-beda yang bisa membantu anak mengenali macam-macam perasaan seperti marah atau kaget. Tanyakan pada anak Anda, kapan ia pernah merasakan hal yang sama.
2. Curahan hati
Anda harus siap membuka diri bila anak ingin bercerita tentang sekolahnya. Anda harus mampu berempati terhadap masalahnya. Jika ia tidak suka bercerita, sering-seringlah bertanya setiap ia pulang sekolah. “Ada apa tadi di se-kolah?”, “Ada yang nakal sama kamu?”, “Kok, cemberut sih?”, dan lainnya.
Bila kurang efektif, pancing anak agar bercerita. Caranya, menceriterakan pengalaman masa kecil Anda di sekolah, baik yang menyenangkan atau yang buruk. Mungkin hal itu akan merangsang anak untuk bercerita.
3. Membaca dongeng atau buku bersama
Cari buku-buku yang fokus pada berbagai jenis perasaan, misalnya Chicken Soup for Kid’s Soul. Pilihlah dongeng-dongeng yang memberikan pesan moral. Dari kisah-kisah itu anak akan mengetahui bahwa ada banyak orang yang juga mengalami masalah di sekolah atau di rumah. Selain itu, taburilah mereka dengan pesan-pesan moral dan nasihat menjalani hidup untuk meningkatkan kecerdasan moralnya.
4. Bermain peran atau drama
Latihan memainkan kejadian-kejadian emosional bersama anak. Mi salnya, berpura-pura sakit, mendapat nilai ujian yang jelek, atau lainnya. Libatkan pula saudara dan teman-temannya. Mungkin saja, latihan ini bisa berguna bila anak harus mengikuti pentas drama di sekolah atau saat acara 17 Agustusan di perumahan.
5. Libatkan anak dengan kegiatan olahraga atau Organisasi
Anak akan belajar bagai-mana bekerja sama dengan orang lain dan belajar bagai-mana memahami sikap teman-teman yang berbeda dengan dirinya. Bila memungkinkan, ajak mereka berkemah, ke gunung, hutan, atau pantai untuk melihat matahari terbit dan terbenam. Hal ini juga erat hubungannya untuk meningkatkan kecerdasan spiritual anak. Masjid, gereja, pura, candi dapat Anda manfaatkan untuk hal ini.
6. Puji dan motivasilah anak
Bila anak mendapat nilai jelek, beri motivasi bahwa ia masih bisa mencapai nilai yang lebih baik besok atau ujian berikutnya. Anda pun jangan marah bila ia mendapat nilai buruk. Coba renungi apa yang salah, mungkin saja anak sedang stres atau sakit.
Pujilah, asal jangan berlebihan bila berhasil mencapai prestasi. Anak harus belajar bahwa dirinya memiliki kelebihan dan kekurangan. Jadi, tidak mungkin ia bisa pandai di semua pelajaran. Anak yang perfeksionis cenderung menjadi depresi dibandingkan dengan anak lain. Beri tahu pula mereka agar jangan takut berbuat salah. Karena pengalaman juga merupakan pelajaran berharga untuk menghadapi hidup.
7. “Makanan” bekal melawan stres
Perbanyak sayur dan buah dalam menu putra-putri Anda. Kalau perlu, senantiasa suplai mereka dengan vitamin dan mineral penting untuk tubuh. Terutama vitamin C yang mujarab untuk menghalau stres dan vitamin B kompleks untuk meningkatkan kerja otak.
Bila anak merasa lelah, mengantuk, capek, atau bosan akan menyebabkan napasnya semakin perlahan. Pada saat demikian ia tidak dapat berpikir dengan jernih. Bila napas semakin perlahan, paru-paru tidak mampu menyediakan oksigen sesuai kebutuhan tubuh. Juga tidak mampu mengeluarkan karbondioksida secara efisien. Akhirnya, kadar karbondioksida dalam darah meningkat.
Bila karbondioksida berlebih, sinyal akan dikirim ke otak. Otak akan menyuruh paru-paru untuk mengambil napas panjang dan dalam, yaitu menguap. Oksigen akan terhirup dan karbond ioksida dikeluarkan sebanyak mungkin. Sediakan suasana belajar (jendela, kipas, dsb.) yang mendukung sirkulasi oksigen yang baik.
Selain itu, biasakan anak-anak untuk banyak minum air putih. Responden yang diteliti di Universitas Bristol di Inggris ternyata dapat menunjukkan prestasi 10% lebih baik di bidang numerik setelah minum segelas air dingin.
8. Metode belajar efektif
Sebaiknya, ajari putra-putri kesayangan Anda metode belajar yang efektif sejak kecil. Bisa belajar dalam waktu singkat tetapi mampu menyerap pelajaran dengan lebih baik. Sekarang sudah banyak kursus yang menawarkan metode belajar efektif.
Metode belajar ini diadaptasi dari luar negeri. Biasanya, pada anak akan diajarkan cara menghapal dengan lebih mudah, memba ca lebih cepat, peta pikiran, dan kreativitas. Sebagai orangtua, Anda harus memilih kursus mana yang kurikulumnya paling cocok untuk anak. Kursus ini membutuhkan biaya cukup besar.
Satu hal penting, berilah mereka kasih sayang yang tulus. Kasih sayang juga merupakan obat ampuh untuk membantu anak menghadapi depresi belajarnya. Seperti dikatakan oleh Lysher, “Saya pikir, yang jadi keinginan utamaku adalah orangtuaku tidak bekerja, dan mereka berada di rumah bersama diriku! Kami dapat senang-senang, pergi keluar bersama-sama!”
Tragis bukan? Mulai sekarang, segera selamatkan putra-putri Anda dengan belaian kasih sayang!
Femi Olivia S.Si., di Bekasi —> http://www.semipalar.net